Mutiasaara Hadits

Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
(QS. AR RA'D:3)

Sabtu, 15 Agustus 2009

Tak akan Ada Kemiskinan dalam Indonesia Merdeka'

Potongan kalimat itu bukan dari saya, tetapi dari Bung Karno sebagai bagian dari usulnya untuk sila keempat Pancasila dalam pidato tentang dasar negara di depan sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan) pada 1 Juni 1945. Sila itu semula berbunyi "Kesejahteraan sosial," kemudian dalam sidang pada 22 Juni ditempatkan sebagai sila kelima dengan redaksi "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." Bagi Bung Karno, sila ini sama dengan tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka.

Sekarang sudah lebih 62 tahun negeri ini merdeka, kemiskinan masih 'setia' bersama kita. Menurut Faisal Basri, jika ukuran yang digunakan adalah hitungan pendapatan rata-rata per kepala, sebesar dua dolar AS, maka rakyat Indonesia yang miskin berjumlah 100,7 juta jiwa atau 42,6 persen dari seluruh jumlah penduduk. Dua dolar AS setara Rp 18.500. Itu jika semua rakyat Indonesia dianggap punya penghasilan. Jumlah yang tidak punya penghasilan atau penganggur total masih di atas 10 juta, sebuah angka yang cukup mengerikan.
Dalam Resonansi 11 Desember lalu, disebut penyebab utama dari malapetaka kemiskinanan adalah karena pemerintah sejak kita merdeka tidak pernah merancang strategi pembangunan yang benar-benar prorakyat. Ada dua atau tiga kabinet tahun 1950-an yang punya komitmen untuk menghalau kemiskinan ini, tetapi umurnya pendek-pendek. Perseteruan antarpartai atau terjadinya gesekan sipil-militer telah memangkas umur kabinet, sehingga semua program prorakyat itu kandas. Inilah yang terjadi pada periode yang disebut era demokrasi liberal di bawah payung UUDS.

Pada periode sistem Demokrasi Terpimpin yang minus demokrasi itu, kehidupan rakyat semakin sengsara. Politik mercusuar dan manipol-usdek telah jadi "agama" ketika itu. Ada pakar yang menganjurkan budi daya bekicot sebagai ganti daging, karena harganya sudah membubung tinggi. Rakyat kecil cukuplah dengan bekicot. Di akhir periode itu, tingkat inflasi sudah mencapai 650 persen. Kemiskinan sudah sangat meluas. Kemerdekaan tidak ada korelasinya dengan kesejahteraan rakyat dan perbaikan nasib orang banyak.

Bangunan Demokrasi Terpimpin hanya bisa bertahan enam tahun, kemudian berantakan seperti rumah laba-laba. Digantikan oleh Demokrasi Pancasila (1966-1998). Semula sangat memberi harapan, inflasi dipangkas, pembangunan fisik digalakkan, dan sampai batas tertentu berhasil. Tetapi, setelah virus kroni dan keluarga memasuki dunia bisnis, keadaan semakin tidak terkontrol. Akhirnya sistem ini rubuh disapu krisis monoter 1998. Rezim pun jatuh. Pengusaha kelimpungan, UKM agak menolong, tetapi lautan kemiskinan telah menjadi fakta keras. Sampai detik ini belum sepenuhnya pulih, karena fundamental ekonomi kita ternyata rapuh, sekalipun menjelang krisis masih saja dipuji oleh IMF dan Bank Dunia, bos rezim Demokrasi Pancasila. Kemudian, muncul gerakan reformasi.

Tahun ini era reformasi akan berusia 10 tahun. Ada perbaikan di sana-sini, tetapi fundamental ekonomi, kata para pakar, masih rapuh. Kehidupan wong cilik belum banyak perbaikan. Maka ungkapan: "Tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka" tetaplah menjadi dokumen penting, sementara kemiskinan setelah lebih 64 tahun merdeka masih menjadi "sahabat" kita. Tetapi di atas itu semua, negeri ini adalah negeri kita yang tidak boleh dibiarkan terus meluncur ke jurang yang lebih dalam. Adalah sebuah pengkhianatan terbuka kalau kita masih saja tidak hirau dengan nasib bangsa keempat terbesar di muka bumi. Namanya Indonesia dan lagunya Indonesia Raya yang selalu membahana di angkasa lepas: Hiduplah Indonesia Raya!

Sampai berapa lama lagi Indonesia Raya betah hidup berdampingan dengan kemiskinan? Kemiskinan wajib dihalau, semua bentuk pengkhianatan harus dipangkas pada kuncupnya. Untuk itu kita memerlukan strong leadership yang adil dan bersih! sumber http://www.muhammadiyah.or.id/

Related Posts:

  • 14 Siswa di Wonogiri tak ikuti UNWonogiri (Espos)--Hingga hari ketiga pelaksanaan UN di Wonogiri sekitar 14 siswa tidak mengikuti UN, terdiri atas 4 pelajar SMA dan 10 pelajar SMK. UN… Read More
  • Kiat Mengikuti Lomba FotoTujuan mengikuti lomba foto tentu untuk menang, bukan? Hadiah jutaan rupiah menanti. Bersaing dengan ratusan atau mungkin ribuan foto, tentu kita haru… Read More
  • advantadge grafityPARADOKS MENCARI CINTA Para “bomber” atau pelukis grafiti itu suka menyembunyikan jati dirinya. Dapat dimaklumi, mereka itu dapat dianggap telah melak… Read More
  • Fenomena Dibalik Iklan Caleg Pinggir JalanTiga bulan menjelang pemilihan umum, jalan-jalan besar di Indonesia kini telah disesaki oleh poster dan iklan-iklan calon anggota legislatif. Masyarak… Read More
  • Yang BerbahagiaSelamat atas Penikahan Bu Diyah dan Mas Agung, Mudah-mudahan bisa membangun rumah tangga yang ahli sujud, rumah tangga yang ahli taat, rumah tangga ya… Read More

0 komentar:

Posting Komentar